Semakin ke sini, bukan cuma tekonologi saja yang berkembang tapi juga pola pikir seseorang juga ikut berkembang. Di zaman dulu, orang-orang masih mengutamakan dan menjunjung tinggi yang namanya nilai-nilai tradisional dan adat istiadat. Orang yang masih memegang teguh nilai-nilai biasanya mereka yang masuk dalam generasi pre-boomer sampai X. Anak generasi Z dan seterusnya, memiliki pemikiran yang lebih terbuka. Ada banyak mindset atau pola pikir baru yang mereka dapat entah itu dari sekitar rumah, sekolah, dan internet. Mindset atau pola pikir seringkali bertentangan dengan mereka yang masih konservatif. Kalau kalian mengatakan pola pikir atau mindset ini, sudah pasti kalian akan dimarahi oleh orang tua kalian.
Di zaman dulu, ada momen penting satu, pasti akan dirayakan semeriah mungkin. Berbicara soal pernikahan, pernikahan termasuk salah satu momen penting yang ada di dalam hidup. Jadi, orang zaman dulu beranggapan bahwa pernikahan harus mengundang banyak kenalan dan dibuatkan pesta yang meriah.
Di zaman sekarang, pesta pernikahan yang meriah sudah bukan lagi jadi suatu kewajiban dan tidak begitu difavoritkan. Kalian yang sudah pernah menikah dan melakukan pesta yang dihadiri oleh banyak orang, berapa banyak tamu undangan yang kalian kenal? Biasanya tamu yang datang adalah dari kenalan orang tua. Buat apa membuat sebuah pesta pernikahan yang tamunya didominasi oleh kenalan orang tua?
Lagi pula, melangsungkan pesta pernikahan semakin ke sini semakin mahal. Butuh biaya yang besar untuk menyewa tempat dan menyediakan makanan yang banyak dan lezat. Daripada menghabiskan uang untuk membesarkan ego dan tidak memberikan dampak lain, lebih baik kalau mau adakan pesta pernikahan lebih baik dilakukan secara private. Atau, tidak perlu dirayakan sama sekali. Cukup datang ke Kantor Urusan Agama, catatan sipil, dan tempat ibadah.
Apakah agama penting? Jawabannya bisa iya atau tidak, tergantung dari orangnya. Jika seseorang tidak takut dengan hukum yang berlaku di suatu negara, diharapkan mereka bisa takut dengan huku dari agamanya. Kalian pasti sering mendengar ucapan kalau orang jahat matinya akan masuk Neraka. Ketika di Neraka, jiwa akan disiksa oleh iblis. Orang yang mendengar itu pastinya akan takut dan mulai hidup sesuai aturan atau menjalani hidup sebagai orang baik.
Mereka yang tidak memiliki kompas moral, butuh yang namanya agama. Tapi bagi mereka yang sudah bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah, agama jadi tidak begitu penting. Mereka tahu kalau membunuh itu salah, mencuri itu salah, dan lain sebagainya. Sayangnya, pemikiran seperti ini tidak bisa diterima oleh mereka para konservatif. Kalau mau mengecek orang tua kalian termasuk konservatif atau tidak, coba kalian bilang ke orang tua kalau kalian ingin pindah agama.
Orang yang konservatif pasti akan terkejut dan kalian bisa dimarahi. Tapi, kalau ternyata orang tua kalian bisa merespon dengan santai, tandanya orang tua kalian termasuk orang yang bisa menerima perbedaan dan mengikuti perkembangan zaman.
Pernahkah kalian mendengar ada orang yang mengatakan bahwa anak yang gemuk itu tandanya sukses dan kaya raya? Kalau iya, pola pikir seperti itu adalah salah satu ciri-ciri dari orang konservatif. Kalau dilogikakan, anak yang gemuk berarti anak tersebut diberi makan yang banyak oleh orang tua. Orang tua yang bisa memberikan banyak makanan ke anaknya hingga gemuk berarti mereka kaya raya.
Gemuk dan kaya itu dua hal yang berbeda. Bisa saja ada orang yang kurus tapi kaya raya. Justru orang yang gemuk berarti dia ada masalah dengan berat badannya. Gemuk justru bisa menjadi pintu gerbang dari bebagai masalah kesehatan. Dari gemuk atau kelebihan berat badan lalu naik ke tingkat yang lebih tinggi yaitu obesitas, maka kalian bisa mengalami banyak masalah kesehatan mulai dari susah bernapas, kolesterol, masalah jantung, susah beraktivitas, gula, dan lain-lain.
Suatu pola pikir pasti muncul karena ada alasan. Menikah, orang-orang generasi pre-boomer sampai gen X menganggap bahwa untuk bisa meneruskan garis keturunan dan membawa nama keluarga, bisa dilakukan dengan cara menikah. Makanya orang tua pada zaman itu mengharuskan anaknya untuk menikah.
Berbeda dulu dengan sekarang, jika dulu menikah adalah hal yang harus dilakukan, sekarang sudah tidak lagi. Dulu, pria dan wanita yang masuk usia matang. 21-28, sudah didesak orang tuanya untuk menikah. Jika lewat dari usia itu akan dianggap tidak laku. Sekarang coba kalian lihat sekitar, sudah banyak orang yang tidak begitu menganggap bahwa menikah adalah suatu keharusan.
Ada pergeseran usia ideal untuk menikah yang dulu antara 21-28, sekarang orang tidak begitu lagi dengan usia. Kalau merasa sudah siap menikah, ya mereka akan menikah. Mau itu usia sudah 30 atau 40, tidak masalah. Kalau pun ada yang mengatakan telat dan lain sebagainya, itu adalah hal biasa.
Belum lama ini netizen Indonesia dibuat kesal atas komentar seorang influener yang mengatakan bahwa child free bisa bikin awet muda. Netizen bertanya pada influencer tersebut kunci awet muda, ketika dijawab dan jawabannya tidak sesuai dengan yang diharapkan, malah influencer tersebut yang dihujat. Padahal yang dijawab memang benar. Child free adalah salah satu cara untuk bisa membuat seseorang awet muda. Ingat, salah satu, berarti masih ada cara lain untuk awet muda.
Child free adalah tidak memiliki anak. Mindset child free ini begitu dikecam oleh mereka yang merasa bahwa punya anak itu penting. Tidak ada yang salah dengan child free dan tidak ada yang salah juga dengan memiliki anak. Orang zaman dulu memang menikah dan punya anak untuk meneruskan garis keturunan. Tidak ada yang salah dengan hal itu.
Tapi di zaman sekarang, memiliki anak itu bukan sebuah keharusan. Tiap pasangan suami istri berhak menentukan untuk punya anak atau tidak. Kalau memang tidak siap, tidak mau, atau apalah alasannya, sah-sah saja memilih jalan hidup seperti itu.
Sarjana begitu diidam-idamkan oleh banyak orang, terutama orang bertipe konservatif. Alasannya, dengan sekolah tinggi dan lulus dengan suatu gelar tertentu, bisa membuka peluang untuk mendapat pekerjaan yang bagus dan mendapat gaji yang tinggi. Singkatnya, gelar sarjana bisa membuat seseorang sukses. Itu dulu, sekarang sudah sangat berbeda.
Berjalannya waktu, ada banyak hal yang berubah. Kesuksesan tidak hanya bisa diperoleh dengan gelar sarjana atau tidak. Dengan kehadiran internet, kalian bisa menjadi content creator, pro gamer, atau streamer. Gajinya bahkan jauh lebih tinggi dari mereka yang kerja kantoran. Sarjana tidak menjamin orang sukses. Ada kok kasus orang dengan gelar sarjana tapi susah cari kerja.
Bermain video game menjadi salah satu cara untuk menghilangkan stres. Bermain video game juga bisa mengisi waktu luang. Sayangnya, kita saat kecil sering dimarahi oleh orang tua kalau terlalu lama bermain video game. Menurut orang tua, bermain video game bisa membuat kita jadi bodoh dan malas. Lebih baik banyak-banyak belajar, main game itu tidak penting.
Sekarang, orang lebih berorientasi dengan uang. Hubungannya dengan game, menjadi pro gamer atau streamer, bisa membuat kalian jadi kaya raya. Kalau orang tua kalian tidak percaya, perlihatkan kepada mereka dengan yang namanya Felix Arvid Ulf Kjellberg alias Pewdiepie. Dia adalah satu satu streamer game terkaya di dunia. Hanya dengan bermain video game, dia bisa meraih banyak adsense. Total net worthnya di tahun 2023 ini mencapai 40 juta USD.
Ada doktrin yang mengajarkan bahwa menikah itu hanya sekali, harus dipertahankan sampai tua dan meninggal. Perceraian adalah hal yang sangat dibenci oleh Tuhan. Mereka yang bercerai akan menerima stigma buruk dari lingkungan sekitar. Kalau kalian pernah didoktrin dengan pola pikir ini tapi memilih untuk mengabaikannya, kalian adalah orang yang hebat.
Perceraian itu bukanlah hal yang buruk, setidaknya itulah yang bisa kalian di zaman sekarang. Kalau memang hubungan sudah tidak sehat atau istilahnya toxic, buat apa dipertahankan. Setiap hari di KDRT, mendapat tekanan mental, tidak diberi nafkah, untuk apa mempertahankan hubungan seperti itu? Setiap orang berhak mendapatkan dan menjalani hidup yang bahagia. Bercerai tidak melulu buruk selama kalian punya alasan yang kuat untuk bercerai.
Yang namanya pelecehan itu tidak mengenal usia dan gender. Mau itu pria, wanita, tua, muda, anak-anak, beresiko menjadi korban pelecehan. Untuk mencegah hal ini terjadi, salah satu caranya adalah dengan mengajarkan pelajaran sex. Sayangnya, sex edukasi dianggap tabu oleh banyak orang. Anak-anak dianggap tidak perlu diajarkan sex edukasi.
Sex edukasi itu penting diajarkan sejak dini. Kalau kalian tahu dengan apa yang namanya pedofil dan tidak mau anak kalian jadi korban atau pelaku pedofil ketika dewasa, ajarkan pelajaran sex sejak kecil. Jangan tunggu nanti-nanti karena predator sex tidak akan menunggu kalian sampai siap. Untungnya sekarang sudah banyak orang tua yang sadar betapa pentingnya sex edukasi. Dulu, sex edukasi dianggap hal yang tidak pantas dibicarakan dan diajarkan ke anak-anak.
Orang tua sudah pasti benar, anak kecil harus patuh, tidak boleh melawan. Itulah pola pikir zaman dulu yang sering diajarkan oleh orang tua ke anaknya. Karena status sebagai anak, suara atau pendapat anak tidak dianggap oleh orang tua. Mau itu orang tua benar atau salah, anak harus ikut, tidak boleh tidak.
Yang namanya salah itu tidak kenal status, orang tua juga bisa salah. Sayangnya, orang tua takut disalahkan karena ego nya bisa rusak. Anak yang tidak tahu dan kemampuan berpikirnya masih belum rendah, akan ikut orang tuanya yang salah. Kalau kalian sudah dewasa, sudah mampu berpikir dan membedakan mana yang benar dan salah, tidak ada salahnya berdebat dengan orang tua kalau ternyata keputusan orang tua ada salah.